Kau dan Serdadu Cahayamu Kemudian Menyerbu
Selamat malam senin.
Tadi aku sempat melongok keluar jendela. Sepertinya tak ada bulan malam ini. Maka dari itu, ku pilih bercerita cerita panjang tentang sosok laki-laki baru yang datang tanpa malu malu dalam hidupku.
Sebutlah ia dengan apa saja yang kalian mau.
Ku rasa, aku tak pernah berdoa pada Tuhan untuk dikirimkan orang aneh dan sedikit menyerupaiku seperti dia. Ketika memandangnya dari dekat, kadang kala aku merasa sedang bercermin. Dia adalah pantulan dariku, dari semua sifatku. Hanya saja kami berbeda jenis kelamin tentunya.
Dia berasal dari sebuah kota indah nun jauh disana. Menurut ceritanya, terkadang setiap dia pulang dia akan menaiki sebuah kapal besar yang memuat hingga ribuan orang. Kemudian ia akan turun di sebuah pelabuhan yang cukup besar juga. Semua serba besar ketika ia bercerita. Tapi terkadang pula ketika aku tak mendengarkannya. Aku sibuk memandangi matanya. Membongkar bongkar retinanya dengan tatapan yang menurutku sudah menelanjangi bola matanya saat itu. Aku tak peduli dia ingin menyadarinya ataupun tidak.
Sepertinya dia dihadirkan Tuhan tidak sendirian. Hampir sebulan ia datang dengan membawa serdadu cahayanya yang bersepatu salju itu. Menyerbu dan menyebar begitu saja tanpa ku persilakan masuk terlebih dahulu. Aku pernah membaca sebuah novel yang berjudul Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya. Jika dalam novel atau lebih tepatnya ku katakan sebagai kumpulan surat itu cahaya berperan sebagai jaraknya, maka kau yang diciptakan Tuhan datang dengan membawa cahayamu sendiri.
Maka malam ini, ketahuilah.
Aku sedang berusaha menyelesaikan selembar surat untukmu yang ku tulis dengan tulisan serapi mungkin. Meski ku tahu pada akhirnya akan kau ejek juga. Tapi tak apalah.
Pada awalnya, rencana manisku adalah menulis surat ini dan membawanya tepat di bawah jendela kamarmu. Romantis? Tentu saja tidak. Sebab itu tak jadi ku lakukan. Aku juga sempat berpikiran untuk langsung membawa surat itu ke bawah bantal tidurmu. Tapi urung juga. Sebab permasalahan dari itu semua adalah aku tak tahu letak rumahmu dimana. Dan aku terlalu malas untuk mencari tahunya. Maka dari itu, ku rasa lagi lagi aku butuh kerja sama pak pos. Semoga pak pos di kota besar nan panas ini juga selembut pak pos di kota kecilku dulu. Semoga.
Jadi kekasih, bersiaplah.
Pengikut
Entri Populer
-
Apa yang kalian rasakan ketika jatuh cinta pada orang yang tak akan pernah tahu kalau ia sedang dijatuhcintai? Sakit? Pedih? Mungkin seperti...
-
Selamat pagi, Mei. Semoga hadirmu kian mempertegas banyak hubungan di luar sana. Termasuk yang satu ini. ...
-
Selamat memasuki bulan kemarau! Aku harus menuliskan itu sebagai pengingat bahwa saat ini memang sedang musim k...
-
Aku tidak tahu apa-apa, atau maksudku aku hampir tidak tahu apa-apa tentang orang yang mengaku sangat mencintaiku itu. Semalam ada...
-
Lama sekali rasanya baru bisa kembali menulis di sini. Kalau blog ini adalah rumah, dia pasti sudah berjaring laba-laba dan berbau debu....
-
Makassar; abu-abu bulat putih. 8 Februari 2015. Untuk kakak yang berurusan dengan kapal tapi mencintai sastra. Selamat pagi dari hello 64...
-
Berbicara tentang Sengkang, berbicara tentang rumah tempat pulang. Ada begitu banyak tempat untuk singgah setelah melalui ban...
-
Belajar dari kepergian yang kemarin, semoga tuan muda dalam tulisan ini berkenan untuk tetap tinggal. Bersamaku. Apapun yang terjadi. Sel...
0 komentar:
Posting Komentar