Perempuan, Hujan, dan Kenangan.

Sebuah puisi tak akan ku tulis jika hanya datang beriringan dengan ilusi.
Setidaknya ada yang harus kita mengerti dari perjalanan ini.
Lelah yang sedari tadi menyambangi, sukses membuat kita menepi.
Tapi bukankah ini terlalu perih jika ku ulangi lagi?

Kepadamu, Tuan luka. Lelaki bermata biru dengan kenangan yang sangat penuh
Ketika kau sudah mulai lupa, maka akan ada perempuan yang luka; aku.
Bak belati kau hunus berulang kali; tanpa ampun, tanpa ampuh membunuhku.
Tapi aku tetap tak peduli.

Aku menyukai kupu-kupu yang selalu beterbangan dalam rongga dada ketika kau dekap.
Memenuhi ruang pengap dalam hati yang sedikit sembab.
Betapa ku cintai kau dalam keadaan terhangat.
Menjadikan wajahku memerah serupa senja dalam teh buatan ibu.

Kau sukses mencetak kurva paling sempurna pada bawah hidungku
Setelah itu kau taburkan lagi luka yang kau simpan sedari tadi.
Gemar sekali rasanya kau lakukan itu hari ini.
Maka dari itu ku putuskan; pergi.

Berlari dengan memegang payung hitam tandaku berduka.
Sekali lagi untuk luka yang kau sebar,
Serta kenangan yang kau saji tanpa menawarkan.
Sementara di luar hujan,
Kau harus percaya, ada hujan lain disini; dimataku. 

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Entri Populer

Total Tayangan Halaman