Dear, Kak Akbar.
Assalamualaikum. Apa kabarmu ketika sedang membaca surat ini, kak? Mungkin saja kau sedang belajar di kota orang. Kota yang jauh dari kampung halaman. Sengkang. Atau kau entah dimana, kak.
Sebenarnya, surat ini adalah perwujudan rindu dari sekian banyak rindu yang sudah lama ku tampung sendiri. Kakak mungkin saja sudah lupa tentang apa saja, tentang kita. Dulu. Atau kakak bahkan tidak menyangka, kalau saya akan menuliskan surat ini untuk kakak. Mungkin saja kakak berpikir, saya sudah larut dalam suasana khas kota metropolitan tempat saya kuliah saat ini, tapi tentu saja kakak salah besar. Dan masih banyak kalimat "mungkin saja" yang lalu lalang dipikiran saya ketika berani menuliskannya dan membuat kakak membacanya saat ini.
Apa kabarnya kota barumu disana kak? Apakah sebersahaja, Sengkang? Ah. Saya akan selalu rindu pulang ke kota kecil dimana kita sempat bertemu dan menjalin hubungan sepersekian hari. Atau saya akan sangat rindu dengan masa SMA ketika kakak menjadi senior dan saya menjadi junior. Atau lagi, saya akan merindukan waktu dimana kakak menjemput dan mengantarkan saya pulang. Atau sekali lagi, saya mungkin merindukan saat dimana mama saya bercerita betapa ia menyukai lelaki seperti kakak.
Nah, ketika saya sudah mengungkapkan apa yang menjadi kerinduan saya pada apa saja, giliran kakak yang harus bercerita mengenai kerinduan kakak, pada apa saja tentunya. Menurutku, kakak mungkin sudah melupakan saat dimana hari perayaan dan kakak membawa saya yang masih mengenakan seragam SMA ke rumah kakak dan memperkenalkan saya dengan kedua orang tua kakak. Meski agak sedikit risih dan malu pada saat itu, saya menyanggupinya saja. Entahlah, apakah kakak masih menganggap itu sebagai kenangan? Paling tidak dengan saya, mungkin.
Melalui surat ini, saya juga ingin meminta maaf. Untuk hubungan kita yang dahulu sempat kandas karena saya masih labil dan masih suka membanding-bandingkan. Kakak juga harusnya meminta maaf, karena telah membuat sederet luka yang masih sering muncul ketika mengingat kakak.
Entah kenapa, saya tiba-tiba saja mau menuliskan surat ini untuk kakak. Begitu banyak pilihan orang-orang yang seharusnya saya tuliskan kisahnya, dan satu orang beruntung itu adalah kamu, kak. Dari sosial mediamu yang sempat ku lihat, kau begitu bahagia berada di kota orang. Kau begitu menikmati semua yang tak pernah kau dapatkan dari kota kecil kita. Semoga kau juga sudah mendapatkan wanita baik hati disana ya, kak.
Setelah menuliskan sedikit kisah kita, ku harap kakak tidak akan marah atau berpikiran yang tidak-tidak tentang hal ini. Ku harap lagi, kakak baik saja disana. Jika ada waktu, mungkin kakak bisa berkabar melalui apa saja.
Salam hangat.
Nunu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Entri Populer
-
Apa yang kalian rasakan ketika jatuh cinta pada orang yang tak akan pernah tahu kalau ia sedang dijatuhcintai? Sakit? Pedih? Mungkin seperti...
-
Selamat pagi, Mei. Semoga hadirmu kian mempertegas banyak hubungan di luar sana. Termasuk yang satu ini. ...
-
Selamat memasuki bulan kemarau! Aku harus menuliskan itu sebagai pengingat bahwa saat ini memang sedang musim k...
-
Aku tidak tahu apa-apa, atau maksudku aku hampir tidak tahu apa-apa tentang orang yang mengaku sangat mencintaiku itu. Semalam ada...
-
Lama sekali rasanya baru bisa kembali menulis di sini. Kalau blog ini adalah rumah, dia pasti sudah berjaring laba-laba dan berbau debu....
-
Makassar; abu-abu bulat putih. 8 Februari 2015. Untuk kakak yang berurusan dengan kapal tapi mencintai sastra. Selamat pagi dari hello 64...
-
Berbicara tentang Sengkang, berbicara tentang rumah tempat pulang. Ada begitu banyak tempat untuk singgah setelah melalui ban...
-
Belajar dari kepergian yang kemarin, semoga tuan muda dalam tulisan ini berkenan untuk tetap tinggal. Bersamaku. Apapun yang terjadi. Sel...
0 komentar:
Posting Komentar