Tentang Kepergian dan Hal-Hal Lain Setelahnya.
Selamat memasuki
bulan kemarau!
Aku harus menuliskan itu sebagai
pengingat bahwa saat ini memang sedang musim kemarau. Sengkang termasuk baik
hati, karena tidak pernah tega membiarkan aku sendiri. Dari kota kecil ini (maksudku
kota yang bahkan tidak akan pernah kau dapatkan namanya dalam peta) aku bahkan tidak
pernah merasa benar-benar kering seperti apa yang harusnya orang-orang rasakan.
Kepalaku benar-benar selalu basah. Hingga orang-orang di dalamnya, termasuk
kamu yang baru saja pergi barangkali sudah bisa berenang di sana.
Berbicara tentang kepergian,
sebenarnya jujur saja aku sudah bosan menuliskan ini. Kalian tentu saja juga
merasakan hal yang sama sepertiku. Jikalau aku mampu, suatu saat blog ini
sepertinya akan berwarna abu-abu atau bahkan hitam. Dengan hujan di setiap
katanya, dengan sedikit mendung di beberapa hurufnya. Saking sendunya setiap
kisah yang dialami oleh seorang perempuan sepertiku.
Ketika berada dalam sebuah pelatihan
menulis, Agus Noor bertanya mengapa aku harus menulis. Jawabanku sederhana.
Karena menurutku dengan menulis aku bisa membahagiakan diri sendiri meskipun
kebanyakan yang tertuang adalah tulisan-tulisan sedih yang tidak tahu harus
kuapakan selain kutuangkan. Kata Aan Mansyur, seorang penulis harus mampu terus
menulis dan mengeluarkan tulisan-tulisan buruknya dalam kepala hingga terlahir
sebuah tulisan yang dianggap layak atau bisa dikatakan bagus. Kurang lebihnya
seperti itu ia mengatakannya. Mengacu pada hal tersebut, maka aku mencoba untuk
menuliskan semua kisah sedih ini agar mereka keluar dengan baik-baik dan tidak
menjadi kenangan yang selalu memaksaku untuk kembali ke tempat dimana semua ini mulai salah. Maka untukmu, aku mulai menuliskannya.
Sudah berapa hari kita tidak saling
kenal lagi? Barangkali seminggu. Atau dua minggu? Oh tidak tidak. Maksudku kita
tidak saling kenal lagi atau kasarnya, aku yang sudah tidak mau mengenalmu lagi
semenjak malam dimana semua kata-kata kasar berloncatan dari dalam kepalaku.
Memaksa ibu jariku untuk mengetikkan pesan yang panjang-panjang buatmu. Pesan yang
sejujurnya - seberapa panjang pun ia kutuliskan - tidak akan pernah mampu untuk
menjelaskan semua duduk perkara kita hingga bisa menjadi seperti sekarang ini.
Seperti orang asing untuk satu sama lain.
Kalau kau mau berkata bahwa aku
adalah seorang pendendam, maka silakan saja kau boleh melakukannya. Aku tidak
pernah punya masalah dengan itu. Masalahku saat ini adalah karena kita harus
selesai dengan akhir yang oleh kita bersama, sepakat dianggap sebagai akhir
yang baik-baik saja. Sama seperti do’amu yang menyuruhku seperti itu. Do’amu
baik, baik sekali. Tapi kenapa rasanya seperti irisan belati di tangan kiri?
Oh ya aku lupa. Mungkin seperti
itulah rasa terakhir dari setiap hubungan yang kandas karena tidak mampu lagi
diperjuangkan. Pada akhirnya kami berakhir dengan alasan yang sesuai dengan
kepercayaan masing-masing. Tapi sudahlah, setiap orang memang punya caranya
sendiri-sendiri untuk lebih menyakiti dan kemudian beranjak pergi. Meski tak
lagi rapi, hidupku pasti beranjak pulih kembali, setidaknya seperti itulah yang
selalu kuyakini untuk menegarkan diri sendiri. Meskipun kita semua tahu, ketika
seseorang ditinggal pergi akan datang sesuatu yang kita sebut sepi. Seperti
itulah sedikit cerita ketika berusaha berdiri tanpa mengenalmu lagi.
Setelah berbicara tentang cinta dan
kepatahatian yang menyakitkan dan sedikit berlebihan itu, mari kita bicara
tentang kepulangan di kampung halaman pada tulisan berikutnya. Terima kasih
sudah membaca dan berhati-hatilah pada sesuatu yang dinamakan cinta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Entri Populer
-
Apa yang kalian rasakan ketika jatuh cinta pada orang yang tak akan pernah tahu kalau ia sedang dijatuhcintai? Sakit? Pedih? Mungkin seperti...
-
Selamat pagi, Mei. Semoga hadirmu kian mempertegas banyak hubungan di luar sana. Termasuk yang satu ini. ...
-
Selamat memasuki bulan kemarau! Aku harus menuliskan itu sebagai pengingat bahwa saat ini memang sedang musim k...
-
Aku tidak tahu apa-apa, atau maksudku aku hampir tidak tahu apa-apa tentang orang yang mengaku sangat mencintaiku itu. Semalam ada...
-
Lama sekali rasanya baru bisa kembali menulis di sini. Kalau blog ini adalah rumah, dia pasti sudah berjaring laba-laba dan berbau debu....
-
Makassar; abu-abu bulat putih. 8 Februari 2015. Untuk kakak yang berurusan dengan kapal tapi mencintai sastra. Selamat pagi dari hello 64...
-
Berbicara tentang Sengkang, berbicara tentang rumah tempat pulang. Ada begitu banyak tempat untuk singgah setelah melalui ban...
-
Belajar dari kepergian yang kemarin, semoga tuan muda dalam tulisan ini berkenan untuk tetap tinggal. Bersamaku. Apapun yang terjadi. Sel...
1 komentar:
kayaknya ada yang lagi terluka karena cinta ni,...kalo kata wira "cinta itu fana,luka yang abadi"
mampir ya fadhlilkhalik.blogspot.com
Posting Komentar